Laut Bercerita: Bercerita dari laut

Beneran deh, pada awal aku mengambil buku ini, membaca judulnya, dan melihat covernya yang sangat menentramkan hati, aku berpikir lautanlah yang akan bercerita. Bercerita apa yang terjadi di lautan luas pada rezim Orde Baru, mungkinkah tawanan-tawanan politik mereka yang dibuang ke dalam laut atau dibiarkan terombang-ambing sendirian di tengah lautan luas, frustrasi tidak bisa kembali ke daratan. Ya, sudah menjadi rahasia umum sih ini, tahanan politik diperlakukan jauh lebih tidak manusiawi dibandingkan tahanan lain yang lebih jelas melakukan tindak kejahatan yang merugikan banyak orang.

Eh, ternyata tokoh utama dalam novel genre sejarah ini benar-benar bernama Biru Laut. What a unique name! Aku mengerti, if you guys could relate the correlation between the cover and the name of character in this novel, kalian pasti tau apa yang terjadi pada Biru Laut. Setelah mengetahui hal tersebut, perlahan-lahan cover buku ini terlihat sedikit menyeramkan, apalagi setelah aku menemukan beberapa detail dari gambar covernya. Ah, kalian pasti bingung mengapa aku selalu membahas mengenai cover buku ini, bukanlah isi atau intisari yang aku ceritakan. Aku membeli buku ini karena covernya yang menarik! Kalau covernya menarik, barulah hatiku tertarik untuk membaca sinopsis di balik sampul buku. Selaras dengan cover yang menarik, sinopsis novel ini juga menggugahku untuk membeli buku ini.

Tokoh Biru Laut dikarakterkan seperti laut yang tenang, dalam, dan tak beriak. Ia memanglah anak pergerakan, hanya saja ia tidak menunjukkan semangatnya yang berapi-api dengan berteriak-teriak di tengah jalan ataupun menghipnotis peserta diskusi-diskusi mengenai kegiatan pergerakan dengan kata-katanya yang membara. Ia menulis. Membaca dan menulis. Ia menuangkan semangatnya, keprihatinannya, kesedihannya, kebahagiaannya dengan menulis. Pada paruh pertama buku ini, pembaca akan disguhkan cerita yang dibawa oleh Biru Laut yang cerdas dalam menggunakan kata-kata.

Selanjutnya, cerita ini dibawakan oleh Asmara Jati. Siapa itu Asmara Jati? Dalam ceritanya, Biru Laut sering menyebut-nyebut Asmara Jati, sang adik yang ia sayang. Perempuan yang sangat bertolak belakang dengan sang kakak. Laut yang filosofis, sementara Mara adalah seorang yang pragmatis. Laut yang penuh dengan ketenangan, tetapi Mara lebih mudah untuk menunjukkan emosinya. Sayangnya, ia harus menahan perasaan dan sikapnya di depan banyak orang terutama setelah terjadinya peristiwa memilukan yang menimpa Laut.  Mara melanjutkan cerita sang kakak yang terputus ketika ia dipaksa untuk menghilang oleh penguasa. Mara menggambarkan emosionalnya mereka yang ditinggalkan oleh orang-orang yang disayang tanpa alasan yang tidak dapat diterima akal.Ya, memang mereka aktivis yang menyerang pemerintahan, menuntut revolusi. Mereka hanya menuntut perubahan yang lebih baik bagi kemashalatan umat. Menilik watak Mara, ia mempertanyakan “pantaskah mereka harus ditangkap dan dieksekusi sebegitu kejam hanya karena menuntut perubahan?” “pernahkah ‘mereka yang berkuasa’ berpikir bahwa nyawa orang yang mereka hilangkan adalah seseorang yang sangat berharga bagi keluarganya? Tumpuan dan harapan keluarga?”

Sungguh, membaca buku ini cukup menguras emosiku. Laut Bercerita adalah novel fiksi berlatar belakang sejarah pertama yang aku baca dan tidak pernah aku merasa sekesal, sesenang, maupun sesedih ini membaca novel. Alasan aku menyematkan judul “Laut Bercerita: bercerita dari laut” karena pembawaan Leila dalam menjelaskan tokoh Laut dimulai dari dasar laut, aku menginterpretasikan semua paruh pertama novel ini diceritakan oleh Biru Laut dari dasar laut dengan ikan-ikan yang menjadi teman sejatinya. Kemudian Mara yang selalu kembali ke laut untuk mencari dan merasakan kembali kehadiran sang kakak membuat novel ini benar-benar lekat dengan laut. Laut biru yang tenang dan tentram menyimpan sejuta misteri yang kita tidak pernah mengerti.

Tinggalkan komentar